Prakarya… Oh… Prakarya…

Waktu kecil dulu saya tidak suka prakarya, eh salah, koreksi: waktu kecil dulu saya betul-betul tidak suka prakarya. Sebabnya karena saya sering tidak mengerti apa yang diminta guru untuk dikerjakan. Samar-samar saya ingat saat masih TK diminta membuat bentuk ember dengan membolong-bolongi kertas dg jarum (antar bolongannya berjarak). Saya lakukan pekerjaan itu sampai kertasnya betul-betul bolong, bukan seperti yang diminta guru. Apa sebabnya saya tidak pahami instruksi guru, saya juga tidak tahu…

Tapi ketidak suka-an itu berhenti sampai di SD saja. Ketika SMP, saya terpicu sama komentar ibu saya bahwa anak yang paling rapih membungkus kado dirumah saat itu adalah si sulung, kakak laki-laki saya. Ya iyalah, dia memang paling pinter segalanya, di kelas sering juara satu, di kelas mengaji dia murid favorit pak ustad, di klub sosial dia paling banyak temen, di keluarga dia paling dikenal. Memang produk unggulan, hehehe… Karena penasaran dan nggak terima juga kalau yang paling rapih bergender laki-laki, akhirnya saya coba bikin bungkus kado dengan sangat serius. Ketika itu saya memberikan kado untuk Ayang, ibu saya, yang bentuknya cuma kotak saja. Tapi saya hias dengan melipat-lipat seperti wiron kain batik, lalu tambahi dengan gulungan-gulungan kertas dan pita yang berlekuk-lekuk, dan itu saya bikin tanpa melihat contoh. Cuma dengan trial & error saja. Ketika itu Ayang memuji hasilnya dan membuat saya jadi semangat. Akhirnya, kalau ada kado istimewa, saya deh yang diminta membungkusnya. Lalu ketika dipusat perbelanjaan mulai ada gift wrapping corner, saya paling suka memperhatikan cara mereka membungkus,  lalu mencontohnya dirumah.

Sekarang ketika sudah punya buntut dua orang anak lelaki, rasanya nggak sempat deh bikin bungkus kado dengan cantik seperti dulu. Cari yang praktis saja, dan lebih sering menggunakan kantung hadiah yang sudah jadi. Namun rasanya kegiatan lipat-melipat masih bikin penasaran. Ketika anak-anak mulai tertarik dengan kertas lipat, saya lalu mulai melirik buku contoh origami yang dijual ditoko buku. Awalnya sih semangat 45, karena sepertinya terlihat gampang. Tapi ketika dipraktekkan, eeeeh kok sulit juga ya. Akhirnya yang dikerjakan yang standar-standar saja, atau yang betul-betul anak-anak kepingin saya bikin, seperti bentuk gajah, kucing, dinosaurus.

Hal ini jadi berguna ketika saya harus melakukan sesuatu untuk dipertunjukkan di kelas Lukman sebagai parent of the week. Saat saya berkunjung kesekolah Lukman dua tahun yll (Baca: Child of the Month) saya bikin origami gajah, sesuai tema kunjungan saya hari itu: serba gajah, binatang favorit Lukman. Saya juga membuat topeng gajah yang bikin heboh teman-teman sekelas Lukman. Tahun ini, saya agak kepepet datang kesekolah, karena waktunya setelah Reza dirawat dirumah sakit, kemudian berlanjut disunat saat mau liburan. Akhirnya rencana sebelumnya untuk membuat panggung boneka kecil batal dilaksanakan, karena butuh waktu banyak untuk persiapannya.

Saat sudah seminggu sebelum Lukman mulai libur, sudah kepepet, saya baru sempat mencari ide dengan googling, akhirnya ketemu dengan berbagai hal menarik diYouTube. Dan saya dapat berbagai contoh bagus (baca: mudah dikerjakan dan ditiru anak-anak) untuk prakarya yang menggunakan kawat beludru/pipecleaner. Dengan semangat saya pergi membeli bahannya, karena merasa pernah melihat kawat beludru tersebut ditokobuku Gramedia. Namun saya kecewa, karena di Gramedia dekat rumah ternyata kosong. Cepat saya hubungi suami tercinta, yang kantornya berdekatan dengan cabang lain Gramedia. Hasilnya nihil. Tanya teman-teman, ada yang menganjurkan ke pasar Pondok Labu atau pasar Mayestik. Karena lebih familier dengan Mayestik, tetap dengan semangat saya kepasar itu, walau cukup jauh jaraknya dari rumah. Nihil juga. Mulai deh patah semangat, sepertinya dikota Jakarta ini kok nggak ada yang menjual kawat beludru ya? Mulai cari-cari online shop, ketemu satu, weeeh lokasinya di Bandung euy. Mana keburu kalau minggu depan sudah harus dikerjakan, apalagi harganya dua kali lipat dari harga toko disini. Dengan berat hati saya melepaskan ide kawat beludru dan dengan enggan mencari-cari kegiatan lain, dan dengan tersipu-sipu menyampaikan pada guru kelasnya Lukman bahwa saya mungkin mengundurkan waktu kunjungan, karena belum dapat bahannya.

Seminggu sebelum liburan tiba, kami pergi ke PIM untuk menemani anak-anak nonton film, dan karena janjian dengan kakak saya yang mau menyusul kesana, sambil menunggu kami ke Gramedia di mall itu. Saya jadi teringat, belum mencoba mencari kawat beludru dicabang mall itu. Ternyata, syukurlah dicabang tsb masih dijual kawat beludru dengan jumlah banyak. Waaah senangnya! Keesokan harinya saya langsung beritahu guru Lukman kalau saya akan datang sesuai perjanjian.

Setelah pilah-pilih, saya putuskan mengajarkan dua bentuk: kupu-kupu (binatang kegemaran Lukman tahun ini) atau cincin, karena saya pikir anak-anak perempuan pasti akan senang memakai cincin buatannya sendiri. Tapi saya salah duga. Saat datang dan disambut dengan kehebohan seperti biasanya dikelas Lukman, saya kasih lihat contoh kupu-kupu dan cincin yang sudah saya buat dirumah. Karena salah perhitungan, bahan yang saya beli kurang banyak, dan tiap anak cuma bisa membuat salah satu bentuk. Jadi saya katakan akan membuat dua kelompok, sesuai dengan bentuk yang akan dibikin. Tak disangka, ketika saya tanya “Siapa yang mau bikin cincin?” hampir semua tunjuk tangan dan teriak “Sayaaa”. Lukman, tentu saja, memilih membuat kupu-kupu 😀 Akhirnya saya beri contoh membuat cincin dulu. Ternyata waktunya cukup lama, karena walaupun cukup mudah bagi tangan dewasa, bagi tangan-tangan kecil agak sulit juga memelintir kawat beludru tersebut. Akhirnya karena waktu tidak mencukupi, contoh kupu-kupu saya ajarkan pada guru kelasnya Lukman, untuk diajarkan dilain waktu kepada anak-anak. Senang rasanya melilhat mereka bangga mengenakan cincin buatan sendiri tersebut. Bahkan anak-anak dikelas sebelah jadi kepingin dan minta pada guru kelasnya Lukman untuk juga diajarkan membuat cincin tersebut.

Liburan yang lalu, seperti biasa anak-anak jadi banyak waktu luang saat tidak jalan-jalan keluar rumah. Kali ini, Lukman yang mengajak saya membuat origami. Awalnya karena saat terapi diajarkan membuat origami kucing. Lalu Lukman minta diajarkan origami kodok. Tapi terapisnya lupa caranya. Setelah terapi selesai, Lukman perlihatkan origami kucingnya, dan minta “Mama bikin yang kodok dong”. Saya dulu pernah buatkan saat Reza kecil, dan dengan segera meng-iya-kan permintaan Lukman. Setelah googling, ketemu lah cara membuat kodok yang bisa melompat. Ketika sudah jadi, Lukman cuma senyum tipis, dan bilang “Ini bagus, sekarang bikin mammoth ya?” Waduuuh, mammoth kan binatang purba, masak sih ada origaminya? Akhirnya saya googling saja origami gajah. Ketemu beberapa contoh. Contoh yang pertama tidak berhasil saya kerjakan, tinggal sedikit lagi selesai, tapi karena bingung, saya tidak teruskan. Saya kerjakan lagi contoh yang lain. Kali ini berhasil selesai, tapi saya merasa nggak sreg, karena belum rapih betul. Tapi begitu lihat hasil itu, Lukman bilang “Haaaaa, itu gajahku!” wah seneng banget rasanya, dia bisa senyum lebar begitu 😀

Selesai kah ceritanya? Beluuum. Ketika keesokan harinya teman-teman saya berkunjung, mereka bicarakan juga tentang origami kodok dan gajah yang sukses saya buat kemarinnya. Teman saya lalu membuat origami burung, yang kalau pakai bahasa Lukman “Bisa kepak sayapnya”. Wah saya sempat minta diajari sebentar, tapi masih belum mahir mengerjakannya. Ketika mereka pulang, gantian Reza yang penasaran. Dia hampiri saya dan bilang “Ajarin dong bikin burung ini” Waaah surprise juga Reza masih mau belajar origami, saya pikir karena dia sudah lebih tertarik bikin puzzle 3D, sudah nggak mau lagi bermain dengan kertas lipat. Tapi rupanya masih, dan saya ikut semangat mengajarinya. Setelah coba-coba, hihi ternyata saya memang belum bisa membuat si burung-kepak-sayap itu. Akhirnya kembali minta bantuan mas google, dan kami berdua sama-sama memelototi petunjuknya. Entah kenapa saya kok ya nggak bisa-bisa mengerti keseluruhan petunjuknya, dari beberapa contoh. Malahan Reza yang berhasil dengan caranya sendiri. Dia bilang “Sebetulnya Reza sudah beberapa kali bikin, teman disekolah yang kasih tahu, tapi Reza lupa caranya” dan ketika melihat petunjuk online, Reza jadi ingat kembali. Senang sekali, saya yang belajar dari Reza hehehe…

Lihat juga:

Child Of The Month

Dua…

2 thoughts on “Prakarya… Oh… Prakarya…

  1. Halo Bu Rosa. Wah, lha bagus-bagus gitu.. Entah kenapa, dulu untuk pelajaran ini saya cenderung sering seperti mati kutu—sudah tidak terampil, suka tak tahu pula harus bagaimana (padahal instruksi dari Pak/Bu Guru selalu jelas). Tapi kecualian ada juga, sesekali. ‘Masterpiece’-nya waktu dari bunga cemara yang gugur (coklat kehitam-hitaman) saya bersihkan (warna gelapnya tidak berubah), lalu saya beri sedikit warna-warni sana-sini sehingga menjadi ala bulu/sayap burung merak.

    Maaf, ini kok malah jadi cerita sendiri prestasi masa lalu.. :mrgreen:

Leave a comment