Museum Ullen Sentalu

Yang paling berkesan ketika berlibur ke Jogja adalah kunjungan ke Museum Ullen Sentalu di Kali Urang. Museum ini sering diunggulkan sebagai tempat yang harus dikunjungi, dan berbagai artikel/blog selalu memuji museum yang misinya melestarikan nilai dan budaya Jawa ini, sehingga saya penasaran. Jadi setelah berkunjung ke Candi Borobudur dan makan siang kami meluncur ke Kali Urang, disambut hawa sejuk pegunungan dan udara cerah. Kami menunggu sebentar di pintu masuk berbentuk gua yang unik, sampai ada pengunjung yang lain yang dijadikan satu rombongan.

u12Kami mulai masuk museum dengan memasuki terowongan. Walau suasananya gelap, buat saya tidak menyeramkan sama sekali, terasa unik bahkan menyenangkan seperti memulai petualangan 🙂 Penjelajahan Museum Ullen Sentalu ini terdiri dari 3 bagian, bagian pertama menapaki Guwo Selo Giri yang letaknya dibawah tanah, kemudian melihat ruangan-ruangan di Kampung Kambang, dan yang terakhir melihat pameran di Ruang Sasana Sekar Bawana. Bangunannya bergaya gothic, sangat luas dan kita bisa tersesat bila berputar-putar didalamnya tanpa pemandu.

Di museum ini memang banyak peraturannya, pengunjung tidak bisa berjalan sendiri didalam, harus ikuti rombongan dengan pemandu. Pengunjung dikelompokkan menjadi sekitar 10 orang, lalu dipandu oleh seorang Educator Tour yang bertanggung jawab untuk membawa pengunjung. Pengunjung tidak diperbolehkan menyentuh, dan juga tidak diperbolehkan memotret didalam museum.  Diakhir tour keliling museum ini barulah pengunjung bisa mengambil foto di halaman gedung. Ada alasan tersendiri seperti yang dituliskan pada situs Museum Ullen Sentalu di ullensentalu.com yang menjelaskan bahwa museum ini menampilkan koleksi narasi dan “Makna yang disampaikan secara verbal seringkali lebih utuh dibandingkan non verbal yang dapat terdistorsi oleh interpretasi pembaca”.

Foto-foto ini diambil dari berbagai website
Foto-foto ini diambil dari berbagai website

Karena itu, yang memegang peranan dalam ‘petualangan’ ini adalah pemandu. Pemandu kami ketika itu memang  menceritakan sejarah seni dan budaya Jawa dengan sangat menarik. Pemandu kami namanya mbak Alit, terlihat begitu  mengenali koleksi museum dari caranya memaparkan cerita-cerita yang berkaitan dengan koleksi museum. Contohnya ketika menjelaskan tentang sebuah lukisan yang menggambarkan Gusti Nurul (putri sultan Jogja Hamengkubuwono VII) sedang menarikan tari Serimpi di Belanda.

“Bisa dilihat para pemain gamelannya nampak samar-samar dilukisan ini kan?” Saya sudah berpikir ada sesuatu yang magis atau apalah karena lukisan yang samar-samar ini, tapi mbak Alit melanjutkan “Kalau jaman itu, penarinya mungkin mudah saja didatangkan ke Belanda, tapi bagaimana dengan gamelan dan para pemainnya, yang cukup repot jika semuanya harus dibawa ke Belanda? Nah kalau jaman sekarang bisa dengan live streaming pakai internet, atau berbagai pihak bisa berkumpul dengan teleconference, tapi tentu saja jaman itu tehnologinya belum sampai kesana. Jadi bagaimana? Akhirnya Gusti Nurul menari di Belanda, tapi musiknya dari Jogja dengan menggunakan siaran live dari RRI” Wah menarik sekali ceritanya.

Foto dari seethatseethis.files.wordpress.com
Foto dari seethatseethis.files.wordpress.com

Penjelasan selanjutnya membuat saya baru mengetahui sejarah sejarah kraton dan kota Yogyakarta mulai dari kerajaan Mataram sampai terbentuknya kesultanan Jogja, kadipaten Pakualaman Jogja, kasunanan Solo dan praja Mangkunegaran Solo. Selain itu juga mbak Alit menceritakan banyak hal menarik dari berbagai tokoh keraton. Saya jadi tahu nama-nama panggilan yang berbau Belanda seperti Tinneke untuk GRAj Koes Sapariyam, Bobby untuk BRM Suryo Guritno atau lebih dikenal dengan Pakubuwono XII, dan juga Hengky panggilan kesayangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX 😀 Koleksi foto di museum ini bukan hanya pose yang formal, namun juga ada koleksi foto pribadi yang memperlihatkan keseharian para tokoh keraton. Ada foto  Pakubuwono XII – Bobby yang mungkin kalau jaman sekarang cocok jadi foto selfie-nya beliau 🙂 Beliau menjadi Sultan di usianya yang sangat muda ketika itu karena ayahnya Pakubuwono XI meninggal karena sakit yang diderita. Karena di usia 20 tahun ia sudah menduduki tahta, dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari ia seringkali didampingi ibunya, GKR Pakubuwana, yang dikenal dengan julukan Ibu Ageng. Ibu Ageng terkenal sangat cerdas, menguasai beberapa bahasa dunia, dan mahir memainkan piano. Lukisan Ibu Ageng digambarkan memegang serencengan kunci, menyiratkan kekuasaan yang dipegangnya. Ada pula foto Gusti Nurul yang sangat cantik, beliau ini punya keberanian untuk mendobrak tradisi hal-hal yang bukan kebiasaan wanita Jawa umumnya seperti berkuda, bermain tenis, berenang dan sebagainya. Gusti Nurul bersikap mandiri, aktif, modern dan sportif yang di jaman itu bertentangan dengan sosok putri raja yang ada dalam bayangan publik.

bobbynurul
Foto diambil dari website ullensentalu.com

Setelah Guwo Selo Giri, kami lanjut ke bagian Kampung Kambang (disebut begitu karena terletak diatas air). Ada lima ruangan yang kami kunjungi: Ruang Tineke, Ruang Paes Ageng Yogyakarta, Ruang Batik Surakarta, Ruang Batik Yogyakarta dan Ruang Putri Dambaan. Di Ruang Tineke ditampilkan syair-syair yang diambil dari buku kecil  GRAj Koes Sapariyam (Tineke) putri Sunan Pakubuwono XI.   Syair syair itu ditulis dari tahun 1939-1947 oleh para kerabat dan teman-temannya. Menarik sekali melihat foto-foto dan tulisan disana. Di Ruang Putri Dambaan kami melihat banyak foto-foto Gusti Nurul yang cantik diantaranya sedang memakai pakaian berkuda, mengenakan celana, yang tidak lazim bagi wanita Jawa dijaman itu.

Selesai bagian Kampung Kambang kami diberikan jeda sejenak, menikmati minuman ramuan khas keraton yang katanya memulihkan tenaga sambil mengisi buku tamu. Setelah itu lanjut ke bagian terakhir melewati Taman Arca Duga sampailah ke Ruang Sasana Sekar Bawana yang memamerkan kekayaan dan kemegahan budaya Mataram yang tertuang dalam koleksi lukisan Bedaya Ketawang, Paes Ageng Pengantin Kasultanan Yogyakarta, raja-raja Mataram Sultan HB IX, Paku Buwono X, Hamengku Buwana X,  patung dan prasasti Sunan PB XII, patung paes ageng Kraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

u2s-horz-vertsSelesai tour, pengunjung diperbolehkan foto-foto dihalaman yang diantaranya menampilkan replika relief Candi Borobudur yang namanya Relief Miring Gandavyuha. Relief ini diletakkan dalam posisi miring yang menurut mbak Alit mencerminkan keprihatinan kurangnya perhatian orang-orang di jaman sekarang kepada budaya warisan.

Memang terasa sekali museum ini memberikan pengalaman yang berbeda dari museum-museum lain yang pernah kami kunjungi. Bukan hanya terowongan dan bangunannya yang bergaya gothic itu yang menarik, bukan juga hanya benda-benda bersejarah koleksinya, namun ‘dongeng’ yang diceritakan pemandu kepada pengunjunglah yang sangat menarik sehingga waktu 45 menit didalamnya terasa cepat sekali berlalu. Reza sangat senang dengan tambahan pengetahuan sejarahnya, sedangkan Lukman juga bisa mengikuti, yang tadinya saya kawatir ia akan bosan namun karena sang pemandu menceritakan sejarah dengan menarik dan bahasa yang dimengerti Lukman dapat tertarik mengikuti tour.

3 thoughts on “Museum Ullen Sentalu

    1. Hallo mbak Alit…. senang banget bisa ketemu disini, apa kabar?

      Betul mbak, museum bisa jadi tempat yg menyenangkan untuk dapat tambahan ilmu dan memperluas wawasan, kebetulan anak-anak memang senang kami ajak ke museum. Namun sayang, jarang sekali museum yang sebagus Ullen Sentalu dalam membagikan ilmu dan wawasan. Untunglah sekarang ini sudah ada komunitas2 pecinta sejarah yang rutin mengadakan kegiatan untuk mengenal sejarah dan berkunjung ke berbagai museum.

      Salam dari Jakarta, semoga mbak Alit dan museum Ullen Sentalu semakin sukses! 😀

  1. Pingback: Favorit 15 Museum Ullen Sentalu - Indonesia Bagoes

Leave a comment