Sampai kelas tiga ini Reza masih kesulitan menulis dengan jelas, dan ketahanan (tenaga) menulisnya sangat rendah. Sehingga kalau diberi tugas menulis disekolah, atau saat sedang ulangan tertulis Reza selalu tidak dapat menyelesaikan pada waktunya. Lambatnya Reza menulis tidak disebabkan karena Reza kurang belajar, atau karena ia tidak bisa menjawab pertanyaan, tapi betul-betul karena bermasalah dengan aktifitas menulisnya. Reza sangat menguasai pelajaran, mudah menyerap bahan baru, dan mampu menjawab secara lisan dengan baik. Karena itu nilai ulangan lisannya biasanya berkisar 9-10, tapi nilai ulangan tertulis sangat bervariasi, bahkan pernah mendapat nilai 4 untuk ulangan PKN dimana dia dituntut untuk menulis cukup panjang.
Berdasarkan pengamatan dan konsultasi kepada beberapa terapis okupasi maupun terapis orthopedagog, juga dari pengamatan psikolog, kesulitan Reza ini menunjukkan gejala dysgraphia. Dysgraphia adalah kesulitan belajar yang disebabkan oleh kesulitan dalam mengekspresikan pikiran secara tertulis. Orang dengan dysgraphia biasanya sering salah mengeja, atau kurang lengkap hurufnya ketika menulis satu kata, tercampur antara huruf besar dan huruf kecil (tidak sesuai aturan), besarnya tulisan juga tidak sama, memegang alat tulis dengan kencang, sangat mudah lelah ketika menulis bahkan sakit tangannya jika menulis lama. Postur tubuh ketika menulis biasanya tidak dapat duduk tegak, karena mereka mengkompensasikan kelemahan otot tangannya dengan meliukkan tubuh, atau miring posisi bahunya. Anak-anak dengan gangguan ini menjadi kesulitan belajar , tetapi mereka biasanya tidak punya masalah lainnya seperti dalam kemampuan verbal atau sosial.
Bahkan ketika Reza ditest kemampuan intelegensianya kami sangat terkejut ketika hasil test IQnya menghasilkan skor 144 atau Very Superior, sehingga dikatakan cerdas istimewa. Namun dari hasil test IQ itu pula terungkap bahwa kemampuan psikomotorik Reza rendah, sehingga dengan ketidak-sinkronan ini tidak heran kalau Reza belum dapat mengoptimalkan potensinya yang sangat tinggi itu.
Yang perlu juga kami perhatikan adalah terganggunya rasa percaya diri Reza karena merasa mempunyai kekurangan, dan ini mulai terlihat ketika ia mendapat kertas ulangan tertulis, dimana misalnya ia harus mengerjakan karangan yang panjang, maka ia sudah akan patah semangat duluan, dan tidak berusaha menyelesaikan tugasnya tersebut.
Oleh karena itu setelah habis lebaran yang lalu Reza kembali belajar dengan terapis okupasi. Terapis yang sama juga pernah melatih Reza saat ia masih dikelas satu. Ketika itu Reza mengalami kemajuan, dan kami pikir dengan begitu terapinya tidak usah diteruskan, cukup dengan latihan sendiri dirumah. Namun nyatanya tiap kali tahun ajaran baru, baik dikelas dua maupun dikelas tiga ini, kemampuan menulis Reza drop kembali, sehingga sekarang kami rasa perlu untuk diterapi kembali.
Related posts:
saya juga seperti itu
Hi Hoshi Ryu, salam kenal 🙂
Sekarang kamu kelas berapa, sharing dong pengalamannya, Mama Reza kepingin tahu…
Boleh sharing disini, boleh juga di email: rosasaad@cbn.net.id
Makasih ya…
kalo saya susah ngeja dan menulis karena saya dominan otak kanan.visual spasial learner ibu bs liat tulisan tentang visual spasial learner di blog saya ryulycos.wordpress.com .saya uda kuliah
Okey, makasih ya sharingnya Ryu…. Sukses terus ya 🙂